kali ini saya akan posting sesuatu yang berbau bau makanan. hahaha....
yok dibaca, semoga bisa menjadi berkat =)
Suatu kali, saya beserta mama dan tante saya pergi ke sebuah
rumah makan dimsum, seperti kita tahu, di tempat makan dimsum kita bisa bebas
memilih menu kita sendiri. Selain memesan dimsum, mama dan tante saya memesan
bubur ayam, mam saya seporsi dan tante saya seporsi, sedangkan waktu itu saya
tidak berminat makan bubur karena kehilangan nafsu makan karena maag.
Lalu saat tengah makan, mama saya mengambil setengah bagian
buburnya menambahkan campuran kecap dan siomay ke dalam bubur tersebut, lalu
memberikan kepada saya agar saya punya nafsu makan.
Saat melihat makanan itu saya bahkan tidak menyentuhnya
sesendokpun karena mual yang semakin jadi. Mama saya agak memaksa saya untuk
memakan makanan tersebut tapi saya menolak karena tidak berselera.
lalu saat tante saya sedang makan buburnya ia mencampurkan
banyak sekali sambel ke buburnya,dan ia memakannya dengan nikmat. mama saya melihat itu dan berkata, “banyak
sekali sambelnya, tidak enak itu. bubur yang enak itu ya pakai kecap bukan
sambel”
lalu tante saya menjawab, “tergantung selera donk, saya
sukanya begini”
(mari hentikan pembicaraan mengenai makanan ini >,<
sungguh menggoda)
Dari kejadian di atas ada satu hal yang aku sadari. Semua itu
tergantung selera.
Seperti saat mama saya memberikan bubur ayam ditambahkan
kecap dan siomay. Itu kombinasi makanan favorit saya. Setiap ngedimsum itu
adalah menu wajib saya, dan mama saya tahu itu, tapi saat itu saya tidak dalam
keadaan ini memakan makanan apapun karena mual dan itu tidak bisa dipaksa.
Begitu juga dengan tante saya yang suka makan pedas,
walaupun mungkin bagi sebagian besar orang akan mengatakan bahwa makan bubur tidak cocok dengan
sambel, tapi bagi tante saya cocok cocok saja dan ia sangat menikmati.
Intinya...
Sering kali kita mengukur dengan kaca mata kita sendiri,
dengan tolak ukur kita sendiri dan kalau itu tidak sesuai dengan kacamata kita
berarti itu SALAH!
Sadar atau enggak sering kali kita seperti itu, tidak hanya
soal makan, bisa juga gaya berpakaian, gaya bicara, gaya hidup, atau bahkan
mungkin gaya berdoa dan pelayanan jika orang lain tidak melakukannya sesuai dengan standar kita maka itu salah.
Kalau seperti itu kita seperti tuhan kecil di kehidupan
orang lain. Tidak ada standar yang benar atau mutlak benar selain standar dari
Tuhan sendiri.
Saya mengenal seorang teman yang sering berdoa dan gaya
berdoanya adalah tenang, duduk diam, atau berlutut, sedangkan teman saya yang seorang lagi gaya berdoa dia adalah jalan jalan di kamar, berdiri atau bernyanyi nyanyi. Manakah yang benar?
Jawabannya keduanya benar. Karena selama hati kita tetap
tertuju pada Yesus Kristus maka tidak ada ukuran gaya berdoa.
Jangan mengikuti selera kita sebagai pelayan, tapi ikuti
selera Raja kita sebagai Tuhan yang kita layani =)
Selama hati kita selaras dengan HatiNya maka kita akan tahu
SeleraNYa =)